Senin, 21 Januari 2013

Bencana Lumpur Lapindo



Banjir Lumpur Panas

Banjir Lumpur Panas Sidoarjo atau yang lebih dikenal sebagai bencana Lumpur Lapindo, adalah peristiwa menyemburnya , lumpur panas yang bersuhu 70˚C dengan membawa gas dan bau yang menyengat  di lokasi pengeboran Lapindo Brantas Inc di Dusun Balongnongo Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, sejak tanggal 29 Mei 2006. Semburan lumpur panas  ini menyebabkan tergenangnya kawasan permukiman, pertanian, dan perindustrian di tiga kecamatan di sekitarnya, serta memengaruhi aktivitas perekonomian di Jawa Timur.

Kronologis Munculnya Lumpur Lapindo

Bencana Lumpur Sidoarjo adalah sebuah kasus yang sangat kompleks, karena mulai dari permasalahan mekanisme pemicunya telah terjadi perdebatan yang sangat sengit, apakah dipicu oleh aktivitas pengeboran pada sumur eksplorasi gas Banjar Panji-1, ataukah dipicu pasca gempa bumi Yogyakarta 2 hari sebelumnya.
Ada yang berpendapat terjadi karena pecahnya formasi sumur pengeboran dari kedalaman 9.000 kaki atau 2.743 meter dari perut bumi. Ketika bor akan di angkat untuk mengganti rangkaian, tiba-tiba bor macet dan gas tidak bisa keluar melalui saluran fire pit dan gas menekan ke samping (mencari celah keluar ke permukaan). Ini diduga karena saat penggalian lubang galian belum disumbat dengan cairan beton sebagai casing. Lubang yang menganga dikarenakan adanya gempa bumi di Yogyakarta yang getarannya dirasakan sampai Sidoarjo, Malang, dan Surabaya. Dalam prosedurnya lubang penggalian pada bagian atas langsung di tutup beton. Namun, penutupan baru bisa dilakukan jika seluruh pekerjaan pengeboran selesai dan minyak mentahnya ditemukan. 





Hasil uji lumpur lapindo

Berdasarkan pengujian toksikologis di 3 laboratorium terakreditasi (Sucofindo, Corelab dan Bogorlab) diperoleh kesimpulan ternyata lumpur Sidoarjo tidak termasuk limbah B3 baik untuk bahan anorganik seperti Arsen, Barium, Boron, Timbal, Raksa, Sianida Bebas dan sebagainya, maupun untuk untuk bahan organik seperti Trichlorophenol, Chlordane, Chlorobenzene, Chloroform dan sebagainya. Hasil pengujian menunjukkan semua parameter bahan kimia itu berada di bawah baku mutu.
Dari hasil pengujian LC50 terhadap larva udang windu (Penaeus monodon) maupun organisme akuatik lainnya (Daphnia carinata) menunjukkan juga bahwa lumpur tersebut tidak berbahaya dan tidak beracun bagi biota akuatik. LC50 adalah pengujian konsentrasi bahan pencemar yang dapat menyebabkan 50 persen hewan uji mati. Hasil pengujian membuktikan lumpur tersebut memiliki nilai LC50 antara 56.623,93 sampai 70.631,75 ppm Suspended Particulate Phase (SPP) terhadap larva udang windu dan di atas 1.000.000 ppm SPP terhadap Daphnia carinata. Sementara berdasarkan standar EDP-BPPKA Pertamina, lumpur dikatakan beracun bila nilai LC50-nya sama atau kurang dari 30.000 mg/L SPP.
Namun ada perbedaan hasil uji , dari hasil penelitian Walhi dinyatakan bahwa secara umum pada area luberan lumpur dan sungai Porong telah tercemar oleh logam kadmium (Cd) dan timbal (Pb) yang cukup berbahaya bagi manusia apalagi kadarnya jauh di atas ambang batas. Dan perlu sangat diwaspadai bahwa ternyata lumpur Lapindo dan sedimen Sungai Porong kadar timbal-nya sangat besar yaitu mencapai
146 kali dari ambang batas yang telah ditentukan.

Beberapa Hasil Pengujian

Parameter
Hasil uji maks
Baku Mutu
(PP Nomor 18/1999
Arsen
0,045 Mg/L
5 Mg/L
Barium
1,066 Mg/L
100 Mg/L
Boron
5,097 Mg/L
500 Mg/L
Timbal
0,05 Mg/L
5 Mg/L
Raksa
0,004 Mg/L
02 Mg/L
Sianida Bebas
0,02 Mg/L
20 Mg/L
Trichlorophenol
0,017 Mg/L
2 Mg/L (2,4,6 Trichlorophenol)
400 Mg/L (2,4,4 Trichlorophenol)

Dengan fakta sedemikian rupa, yaitu kadar PAH (Chrysene dan Benz(a)anthracene) dalam lumpur Lapindo yang mencapai 2000 kali di atas ambang batas bahkan ada yang lebih dari itu. Maka bahaya adanya kandungan PAH (Chrysene dan Benz(a)anthracene) tersebut telah mengancam keberadaan manusia dan lingkungan:

  •   Bioakumulasi dalam jaringan lemak manusia (dan hewan)
  •   Kulit merah, iritasi, melepuh, dan kanker kulit jika kontak langsung dengan kulit
  •   Kanker
  • Permasalahan reproduksi
  • Membahayakan organ tubuh seperti liver, paru-paru, dan kulit
Dampak PAH dalam lumpur Lapindo bagi manusia dan lingkungan mungkin tidak akan terlihat sekarang, melainkan nanti 5-10 tahun kedepan.

Akibat lumpur lapindo

Lumpur Lapindo mengakibatkan pengaruh yang fatal pada lingkungan dan masyarakat sekitar. Dampak terjadinya lumpur Lapindo Brantas Sidoarjo-Jawa Timur ini mengakibatkan segala aktivitas – aktivitas baik industri, pabrik, fasilitas-fasilitas umum dan sosial, dan lain-lain  pada daerah lingkupan lumpur lapindo tersendat atau terhenti.Para korban lumpur mendesak agar pemerintah dan aparat hukum, menuntut PT. Lapindo Brantas Inc untuk mempertanggungjawabkan kasus ini, baik secara hukum, ekonomi, maupun  sosial. Warga tidak menginginkan persoalan ini menjadi berlarut-larut dan mendatangkan kerugian serta korban yang lebih besar lagi .Lapindo harus membayar kompensasi berupa ganti rugi lahan sawah dan rumah rakyat mulai awal Maret 2007.Total kerugian rakyat yang diperkirakan mencapai Rp 2,5 triliun pun harus sudah dibayar 20 persen oleh Lapindo.




Pemerintah sendiri dianggap tidak serius menangani kasus luapan lumpur panas ini. Masyarakat adalah korban yang paling dirugikan, di mana mereka harus mengungsi dan kehilangan mata pencaharian tanpa adanya kompensasi yang layak. Pemerintah hanya membebankan kepada Lapindo pembelian lahan bersertifikat dengan harga berlipat-lipat dari harga NJOP yang rata-rata harga tanah dibawah Rp. 100 ribu- dibeli oleh Lapindo sebesar Rp 1 juta dan bangunan Rp 1,5 juta masing-masing permeter persegi. untuk 4 desa (Kedung Bendo, Renokenongo, Siring, dan jatirejo) sementara desa-desa lainnya ditanggung APBN, juga penanganan infrastruktur yang rusak.Hal ini dianggap wajar karena banyak media hanya menuliskan data yang tidak akurat tentang penyebab semburan lumpur ini.

Salah satu pihak yang paling mengecam penanganan bencana lumpur Lapindo adalah aktivis lingkungan hidup. Selain mengecam lambatnya pemerintah dalam menangani lumpur, mereka juga menganggap aneka solusi yang ditawarkan pemerintah dalam menangani lumpur akan melahirkan masalah baru, salah satunya adalah soal wacana bahwa lumpur akan dibuang ke laut karena tindakan tersebut justru berpotensi merusak lingkungan sekitar muara.

PT Lapindo Brantas Inc sendiri lebih sering mengingkari perjanjian-perjanjian yang telah disepakati bersama dengan korban.Menurut sebagian media, padahal kenyataannya dari 12.883 buah dokumen Mei 2009 hanya tinggal 400 buah dokumen yang belum dibayarkan karena status tanah yang belum jelas. Namun para warga korban banyak yang menerangkan kepada Komnas HAM dalam penyelidikannya bahwa para korban sudah diminta menandatangani kuitansi lunas oleh Minarak Lapindo Jaya, padahal pembayarannya diangsur belum lunas hingga sekarang. Dalam keterangannya kepada DPRD Sidoarjo pada Oktober 2010 ini Andi Darusalam Tabusala mengakui bahwa dari sekitar 13.000 berkas baru sekitar 8.000 berkas yang diselesaikan kebanyakan dari korban yang berasal dari Perumtas Tanggulangin Sidoarjo. Hal ini menunjukkan bahwa banyak keterangan dan penjelasan yang masih simpang siur dan tidak jelas.
  
Sekian pembahasan saya tentang lumpur lapindo , apabila ada kekurangan mohon dimaafkan:)